Padang, Serasinees.com- Seiring dengan pelaksanaan perwako di Kota Padang, penertiban yang diterapkan kepada pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Raya Kota Padang membuat pedagang mengeluh dan menjerit dengan kebijakan tersebut.
Bagaimana tidak, ketetapan awal operasi operasi dagang dimulai pukul 15-00 WIB, waktu untuk berdagang di pangkas sedemikian rupa hingga membuat pedagang kaki lima merasa dibinasakan secara perlahan, (23/02/2022).
Mereka para pedagang kaki lima tersebut mengejar rezeki demi senyum anak dan istrinya di rumah.
Keselamatan diri pun mau tak mau mereka abaikan meski pandemi Covid-19 turut mewabah dalam senyap.
Berdasarkan pantauan awak media Serasinews.com pada hari Rabu (23/02/2022) sekira pukul 13.11 WIB beberapa Pedagang kaki lima terlihat begitu murka dan semangat untuk membuka dagangan mereka. Hal tersebut dikarenakan keinginan berjuang untuk menghidupi keluarga dirumah.
"Kami disiko hanyo untuk mancari nafkah, untuk maiduikan anak dirumah, waktu yang singkek mulai dari jam 15.00 untuk bajualan dak cukup untuk penghasilan sehari-hari, tolonglah pak..., jam 18.00 kami alah pulang, bara jam kami di agiah waktu untuk manggaleh nyo," Ucap Asri salah satu pedagang baju.
Asri juga mengngkapkan sebagai ibu rumah tangga sekaligus tulang punggung keluarga dari 2 anaknya yang masih kecil, penghasilannya yang begitu minim membuat dirinya hampir putus asa meraup rezeki di masa pandemi Covid-19.
Bahkan ia merasa sudah nyaris tak mampu lagi mempertahankan usahanya di tengah pandemi Covid-19. Ditambah diberlakukannya penataan dan penertiban jadwal berdagang di kawasan Pasar Raya kota Padang oleh Pemerintah, pelapak baju itu memutuskan sempat memilih berhenti jualan selama 2 hari penuh.
“Sekarang ini susah untuk mendapatkan penghasilan 100 ribu perhari bang. Jangankan 100 ribu, kadang satu hari cuma dapat 50 ribu saja bang” ujarnya dengan nada tampak sedih.
Dia pun mencurahkan isi hatinya ketika ditemui Serasinews.com persoalan hidup lain juga mulai menghampirinya, seperti, memenuhi kebutuhan sehari-hari yang sebelumnya bakal modal usaha pun perlahan terkikis.
Terlebih lagi, ia belum menutupi utang sisa pembayaran stok barang-barang sebelumnya kepada pemasok. “Pandemi dan penertiban jadwal dagangan ini membuat saya terlilit utang pinjaman bank yang masih 1 tahun lagi,” terangnya.
Buk Asri bahkan sempat beberapa kali mencoba mengurus bantuan dari pemerintah, namun hasilnya tidak memuaskan. Kendati begitu, bantuan usaha produktif mikro atau BPUM yang diluncurkan pemerintah pun tidak terjamah oleh pedagang yang sudah pasrah dengan keadaannya saat ini.
Padahal, Asri sangat berharap bantuan pemerintah mengalir ke pedagang kecil sepertinya. Kini ia hanya bisa pasrah meratapi nasib dalam berjuang meraup rezeki di masa pandemi.
Mau dikeluhkan dengan siapa lagi tanyanya, Asri sampai kini masih percaya bahwa pemerintah akan ada buat rakyatnya yang kesusahan.
Ia juga telah berusaha untuk tetap ikut anjuran pemerintah melakukan protokol kesehatan ketat saat berjualan, dengan memakai masker.
Namun apa daya, bantuan yang diharapkannya tidak mendapatkan hasil memuaskan. Asri harus tetap berjuang sendiri demi dua anaknya.
“Saya harap pandemi selesai dan pemerintah bisa mempertimbangkan penertiban jadwal berdagang ini, agar kami pedagang kecil bisa keluar dari keterpurukan ini. Semoga pemerintah mendengar suara kami pedagang kecil,” harapnya.
Posting Komentar